Bertahun-tahun bila saya tugas keluar kantor selalu tergantung kendaraan operasional kantor. Itupun kalau ada motornya, dan tidak sedang dipakai pegawai yang tugas luar juga. Lazimnya orang pasti memilih kendaraan yang terbaik. Jadi kalau keduluan orang lain, bisa dipastikan hanya kebagian motor yang ecek-ecek. Motcin yang nggak ada larinya atau skuter yang businya item melulu. Pokoknya bakal menderita sepanjang jalan kalo kebagian morbus (morbus = motor busuk). Jadilah saya “The Morbus Angel” alias Malaikat Motor Busuk. Biasanya gelar motoris khan keren-keren, misalnya “Ghost Rider”; “Speed Driver”; “Putra Petir” hehehe … emangnya gue Gundala sang putera petir. Gue belom pede pake “CD” diluar, boo… J
Suatu ketika, koperasi karyawan kantor (kopkar) menjalin kerjasama dengan produsen motor Kanzen. Motor lokal buatan PT Semesta Citra Motorindo (sekarang PT Inti Kanzen Motor), berteknologi Daelim dari negeri ginseng, Korea, yang dikomandani Rini Mariani Soemarno, mantan menperindag jaman presiden Megawati dan saudara kandung Ary Soemarno, dirut Pertamina sekarang. Dari aneka sumber bacaan, Kanzen merupakan prakarsa Rini MS sesudah melepas jabatannya selaku petinggi di PT Astra, yang salah satu produknya adalah motor berlogo sayap, Honda. Honda Jepang memberikan alih teknologi kepada pabrikan Korea, Daelim yang kemudian dipilih menjalin kerjasama dengan Kanzen disini. Tidak hanya Daelim tapi juga Samsung, Hanjin. Ternyata Samsung tidak hanya memproduksi barang elektronik, tapi juga merupakan produsen alat-alat berat, misalnya komponen mesin. Hanjin malah memasok onderdil untuk salah satu kontestan balap mobil Formula. Bukan itu saja yang menambah keyakinan saya memilih Kanzen sebagai motor tunggangan harian saya. Hasil tes lab uji publik yang dilakukan Balai Termodinamika Motor dan Propulsi (BTMP) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) terhadap 38 sepeda motor jenis bebek bermesin 100 CC selama periode Maret-Desember 2002 makin memantapkan niat saya. Kanzen bersama barisan motor made in Jepun berhasil lulus uji tanpa catatan alias mulus. Kalau bisa beli motor berkualitas dengan harga miring, ngapain juga beli yang lebih mahal. Kita dukung produk buatan Indonesia. Brangkaattt… :D
Pada awalnya Kanzen merupakan motor berkonsep multisourcing. Bekerjasama dengan beberapa pabrik motor dan penyuplai komponen di kawasan Asia, seperti Jepang, Taiwan, Cina, Korea. Produk awalnya masih menyiratkan kemiripan dengan produk keluaran perusahaan tempat Rini mencari sesuap nasi dan sebakul permata. Maklum, ibu itu khan petinggi. Makan sesuap tapi pendapatan sebakul… kebalikan dari pekerjanya, makan sebakul tapi … kesejahteraan relatif terjamin gitu loh, emang gue mau nulis apa? J Eh kok jadi melenceng yah. Balik. Selanjutnya Kanzen mengembangkan mesin dan model sendiri sehingga jenis-jenis motornya beraneka. Mulai dari bebek, skuter, turing, sport dan trail. Kanzen pun meraih ISO 9001:2000 untuk kategori Manufacturing of Motorcycle Crank Case dari TUV Certification Body yang berbasis di Jerman. Artinya, produksi proses manufaktur mesin sepeda motor Kanzen sudah mengikuti standar mutu internasional.
Koperasi menawarkan pembelian motor tanpa uang muka dan dengan cicilan lunak bagi seluruh anggota kopkar. Tak lama berselang pihak Kanzen memboyong dua buah motor bebek ke kantor untuk dipajang di lobi. Kanzen Pesona dan Kanzen Spectra. Masing-masing mengusung mesin berkapasitas 100cc. Tidak hanya itu, test drive pun digelar. Kami diberi kesempatan menjajal motor Kanzen.
Siplah. Kami akui Kanzen menelurkan produk berkualitas. Saya tadinya mantap ambil Kanzen Spectra dari kopkar. Dengan harga 8 koma sekian juta sudah dapat motor setaraf Supra-X seharga 12 juta koma sekian rupiah yang pakai rem cakram di roda depan. Teknologinya pun diyakini merupakan penyempurnaan dari rivalnya tersebut. Dua hari sesudah saya booking, ada kabar Kanzen melaunching bebek 110 cc yakni Kanzen Kelana. Saya batalkan pesanan awal dan tukar dengan Kanzen Kelana.
Jadilah saya menerima motor bebek Kanzen Kelana black engine 110 cc di akhir Desember 2003. Power mesin, speed, dan iritnya konsumsi BBM mampu menyamai motor-motor bebek buatan Jepang. Selain itu bodinya juga kokoh, kaki-kakinya alias suspensi cukup kekar. Kestabilan di kecepatan tinggi juga mantap. Lucunya, orang suka meledek “Kelana? Motornya Rhoma Irama nih..” – Biar aje, sa bodo teuing-lah.
Di kantor hanya 3 orang yang punya motor Kanzen. Koesworo pakai bebek Mega Star, Yudhistira ANM Massardi ambil Spectra merah, dan saya sendiri pakai Kelana 110 cc. Dari sini ketahuan juga bahwa masyarakat Indonesia memang ‘malas’ baca. Lebih suka dengar apa kata orang. Bayangkan aja, masak motor saya diramal oleh rekan sekantor pemakai Honda Supra, hanya berusia 3 bulan. "Palingan tiga bulan udah bermasalah". Wah, ketahuan nih, nggak luas pengetahuan dan wawasannya akibat malas baca. Ketahuan nggak bangga sama produk dalam negeri. Minimal tergugah kek rasa ingin tahunya bilamana ada produk negeri sendiri. Ah, pada denger kata orang sih. Orang yang didengar juga belum tentu benar.
Ah sudahlah… bagaimanapun juga akhirnya saya punya motor sendiri. Tidak tergantung sama motor kantor yang udah pada acak kadut. Beberapa waktu berlalu, akhirnya saya sudah tidak keliling lagi dengan motorku ini untuk urusan dinas. Enak aja. Mending dipakai keliling kota atau turing ke pelosok-pelosok dalam rangka liburan. Bener kok, motor ini tangguh. Trouble free, mesinnya nggak rewelan. Bisa diajak nerobos berbagai medan ekstrim seperti banjir, tanjakan terjal, jalanan berpasir, berlumpur, berbatu-batu. Sudah berkali-kali jatuh, tetap saja masih enak diajak bermanuver. Nah, ini bukti ketangguhan produk bangsa kita sendiri.Sumber:http://aryodonk.multiply.com/journal/item/5/KANZEN_MOTOR_TANGGUH_BUATAN_INDONESIA_
0 komentar:
Posting Komentar